Culture Shock


CULTURE SHOCK


Culture Shock atau Kejutan budaya merupakan istilah yang digunakan bagi menggambarkan kegelisahan dan perasaan yang dirasakan apabila seseorang tinggal dalam kebudayaan yang berlainan sama sekali, seperti ketika berada di negara asing.

Adanya nasionalisasi pendidikan bagi setiap orang memberikan banyak sekali keuntungan bagi para pelajar di Indonesia. Setiap orang dapat melaksanakan pendidikannya sesuai minat dan kemampuanya di mana pun yang mereka inginkan. Dalam konteks ini adalah mahasiswa. Untuk mendukung program ini, pemerintah mengadakan Ujian Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri yang dimaksudkan agar setiap mahasiswa yang menginginkan kuliah di tempat tertentu harus berjuang agar dapat menembus jalur tersebut sehingga dapat diterima sebagai salah seorang mahasiswa di universitas tertentu.

Oleh karena kebebasan setiap individu mengecam pendidikan di luar daerah tempat tinggal mereka, banyak orang memilih untuk berkuliah di luar kota bahkan luar pulau. Dengan berbagai alasan mereka menginginkan hal tersebut. Ada beberapa yang mengatakan bahwa kuliah di luar pulau akan menambah pengalaman mereka, kuliah di luar pulau agar mereka bisa mandiri karena jauh dari orang tua, dan masih banyak alasan lain. Hal ini sangat diterima oleh siapa pun asalkan mereka mampu menyesuaikan diri dimana pun dia berada.

Dari fenomena ini, adaptasi sangat ditekankan bagi siapa pun yang ingin menetap di luar tempat tinggalnya. Maka muncul sebuah permasalahan yang biasanya menimpa individu yang memutuskan untuk tinggal di luar daerahnya. Bagaimana kemampuan penyesuaian diri mereka di budaya baru yang mereka datangi. Diantara berbagai persoalan penyesuaian diri yang dialami para mahasiswa ini, salah satu persoalan yang dianggap sebagai issue mendasar yang khas dialami oleh mereka adalah adanya fenomena culture shock. Hal ini terjadi karena kultur adalah sebuah penunjuk bagi arah perilaku, dan menuntun cara berpikir dan berperasaan individu.  

Ketika individu berada dalam kultur yang berbeda, seseorang dapat mengalami kesulitan bila penunjuk yang dia gunakan tidak menunjuk pada arah yang sama dengan budaya setempat. Fenomena Culture Shock adalah suatu rangkaian reaksi emosional sebagai akibat dari hilangnya penguatan (reinforcement) yang selama ini diperoleh dari kulturnya yang lama, diganti dengan stimulus dari kultur baru yang terasa tak memiliki arti, dan karena adanya kesalahpahaman pada pengalaman baru yang berbeda ( Adler, 1975).  Perasaan tersebut biasanya meliputi rasa tak berdaya, mudah tersinggung, perasaan takut bahwa orang lain akan berbuat curang padanya karena ketidaktahuannya, perasaan terluka dan perasaan diabaikan oleh orang lain.

Reaksi pada culture shock
Reaksi terhadap culture shock bervariasi antara 1 individu dengan individu lainnya, dan dapat muncul pada waktu yang berbeda. Reasi-reaksi yang mungkin terjasi, antara lain:
1.     antagonis/ memusuhi terhadap lingkungan baru.
2.     rasa kehilangan arah
3.     rasa penolakan
4.     gangguan lambung dan sakit kepala
5.     homesick/ rindu pada rumah/ lingkungan lama
6.     rindu pada teman dan keluarga
7.     merasa kehilangan status dan pengaruh
8.     menarik diri
9.     menganggap orang-orang dalam budaya tuan rumah tidak peka

Tingkat-tingkat Culture shock (u-curve)

Meskipun ada berbagai variasi reqaksi terhadap culture hock, dan perbedaan jangka waktu penyesuaian diri, Samovar, (2000) menyatakan bahwa orang biasanya melewati 4 tingkatan culture shock. Keempat tingkatan ini dapat digambarkan dalam bentuk kurva u, sehingga disebut u-curve.

1.     Fase optimistic, fase pertama yang digambarkan berada pada bagian kiri atas dari kurva U. fase ini berisi kegembiraan, rasa penuh harapan, dan euphoria sebagai antisipasi individu sebelum memasuki budaya baru

2.     Masalah cultural, fase kedua di mana maslah dengan lingkungan baru mulai berkembang, misalnya karena kesulitan bahasa, system lalu lintas baru, sekolah baru, dll. Fase ini biasanya ditandai dengan rasa kecewa dan ketidakpuasan. Ini adalah periode krisis daalm culture shock. Orang menjadi bingung dan tercengan dengan sekitarnya, dan dapat menjadi frustasi dan mudah tersinggung, bersikap permusuhan, mudah marah, tidak sabaran, dan bahkan menjadi tidak kompeten.

3.     Fase recovery, fase ketiga dimana orang mulai mengerti mengenai budaya barunya. Pada tahap ini, orang secara bertahap membuat penyesuaian dan perubahan dalam caranya menanggulangi budaya baru. Orang-orang dan peristiwa dalam lingkungan baru mulai dapat terprediksi dan tidak terlalu menekan.

4.     Fase penyesuaian, fase terakhir, pada puncak kanan U, orang telah mengertpi elemen kunci dari budaya barunya (nilai-nilai, adapt khusus, pola keomunikasi, keyakinan, dll). Kemampuan untuk hidup dalam 2 budaya yang berbeda, biasanya uga disertai dengan rasa puas dan menikmati. Namun beberapa hali menyatakan bahwa, untuk dapat hidup dalam 2 budaya tersebut, seseorang akan perlu beradaptasi kembali dengan budayanya terdahulu, dan memunculkan gagasan tentang W curve, yaitu gabungan dari 2 U curve.

Gegar budaya sebagai suatu penyakit yang mempunyai gejala dan pengobatan tersendiri. Beberapa gejala gegar budaya adalah buang air kecil, minum, makan dan tidur yang berlebih-lebihan, takut kontak fisik dengan orang-orang lain, tatapan mata yang kosong, perasaan tidak berdaya dan keinginan untuk terus bergantung pada penduduk sebangsanya, marah karena hal-hal sepele, reaksi yang berlebihan terhadap penyakit yang sepele, dan akhirnya, keinginan yang memuncak untuk pulang ke kampung halaman.

Derajat gegar budaya yang mempengaruhi orang berbeda-beda. Ada beberapa orang yang tidak dapat tinggal di negara asing. Namun, banyak pula yang berhasi menyesuaikan diri dengan lingkunagan barunya. Tahapan-tahapan penyesuaian orang terhadap lingkungan barunya yang hampir mirip dengan tahapan sebelumnya.
Tahap pertama yang disebut tahap ‘bulan madu’ berlangsung dalam beberapa minggu sampai 6 bulan dimana kebanyakan orang senang melihat hal-hal baru. Orang masih bersemangat dan beritikad baik dalam menjalin persahabatan antarbangsa.
Tahap kedua dimulai ketika orang mulai menghadapi kondisi nyata dalam hidupnya, ditandai dan dimulai dengan suatu sikap memusuhi dan agresif terhadap negeri pribumi yang berasal dari kesulitan pendatang dalam menyesuaikan diri. Misalnya kesulitan rumah tangga, kesulitan transportasi dan fakta bahwa kaum pribumi tak menghiraukan kesulitan mereka. Pendatang menjadi agresif kemudian bergerombol dengan teman-teman sebangsa dan mulai mengkritik negeri pribumi, adat-istidatnya, dan orang-orangnya.

Tahap ketiga pendatang mulai menuju ke kesembuhan dengan bersikap positif terhadap penduduk pribumi. Tidak lagi menimpakan kesulitan-kesulitan yang dialami sebagai salah penduduk pribumu atas ketidanyamanan yang dialaminya tetapi mulai menanggulanginya, “ini masalahku dan aku harus menyelesaikannya”.
Pada tahap keempat, penyesuaian diri hampir lengkap. Pendatang sudah mulai menerima adat-istiadat itu sebagai cara hidup yang lain. Bergaul dalam lingkungan-lingkungan baru tanpa merasa cemas, walau kadang masih ada ketegangan sosial yang nantinya seiring dalam pergaulan sosialnya ketegangan ini akan lenyap. Akhirnya pendatang telah memahami negeri pribumi dan menyesuaikannya, hingga akhirnya, ketika pulang ke kampung halaman pun kebiasaan di negeri pribumi tersebut akan dibawa-bawa dan dirindukan.

Menanggulangi Culture Shock

Beberapa cara yang ditawarkan untuk menanggulangi culture shock, antara lain:

1.     berteman dengan orang-orang dari budaya baru, dan dengan sesame pendatang.
2.     belajar mengenai budaya baru, hal ini bias dilakukan sebagai antisipasi cultureshock, misalnya dengan mempelajari komunikasi lintas budaya, dan mempelajari bahasa-bahasa asing.
3.     lebih sabar, dengan mengingat bahwa akan ada tahappenyesuaian, dan saat-saat krisis akan segera berlalu.
4.     ambil bagian dalam kegiatan kultural, pengalaman adalah guru yang paling berharga. Deengan berpartisipasi, kita dapat belajar banyak tentang kebudayaan tersebut.
5.     Gegar budaya adalah fenomena yang alamiah. Intesitasnya dipengaruhi oleh faktor-faktor, baik internal (ciri-ciri kepribadian orang yang bersangkutan) maupun eksternal (kerumitas budaya baru atau lingkungan baru yang dimasuki). Gegar budaya sebenarnya merupakan titik pangkal untuk mengembangkan keprbadian dan wawasan budaya kita, sehingga kita dapat menjadi orang-orang yang luwes dan terampil dalam bergaul dengan orang-orang dari berbagai budaya, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai budaya kita sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Visi dan Misi PT Indosat, Tbk

Pygame

ARTIKEL MENGENAI K-POP